9/10/08

Gangguan Dorongan Seksual

Oleh: Prof. DR. Dr. Wimpie Pangkahila Sp. And, Dokter Ahli Andrologi dan Seksologi

Gangguan dorongan seksual dapat berupa dorongan seksual hipoaktif dan munculnya perasaan tidak senang terhadap aktivitas seksual sehingga cenderung menolak (gangguan aversi seksual).

Dorongan seksual dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu: 1) hormon seks, 2) faktor psikis, 3) keadaan kesehatan tubuh, 4) pengalaman seksual sebelumnya. Bila faktor-faktor tersebut mendukung, dorongan seksual akan tetap berfungsi, tetap bertahan, bahkan mungkin semakin baik.

Sebaliknya bila faktor-faktor tersebut tidak mendukung bahkan menghambat, dorongan seksual akan menurun atau bahkan lenyap sama sekali. Keadaan kesehatan tubuh yang tidak baik, seperti dalam keadaan kelelahan dan astenia, dapat menyebabkan dorongan seksual menurun bahkan lenyap.

Wanita yang tidak pernah mencapai orgasme berarti mempunyai pengalaman seksual yang tidak menyenangkan. Kalau ini terus berlangsung dapat mengakibatkan dorongan seksual wanita menjadi hilang dan wanita menjadi tidak senang melakukan hubungan seksual. Dalam keadaan begini wanita sama sekali tidak tertarik untuk melakukan aktivitas seksual apa pun.

Karena hambatan psikis, wanita mungkin kehilangan dorongan seksual terhadap suaminya, tetapi tidak demikian terhadap pria lain. Kejemuan terhadap suasana yang monoton dapat juga menekan dorongan seksual.

Gangguan bangkitan seksual
Gangguan bangkitan seksual menunjukkan terhambatnya atau berkurangnya reaksi seksual terhadap rangsangan seksual yang diterima. Manifestasi gangguan bangkitan seksual dapat berupa tiadanya atau terhambatnya perlendiran vagina, tiadanya ereksi klitoris, dan tidak terjadinya reaksi pada labia. Gangguan bangkitan seksual mengakibatkan dispareunia dan disfungsi orgasme.

Gangguan orgasme
Pada ganguan orgasme (disfungsi orgasme) terjadi gangguan atau hambatan dalam mencapai orgasme. Banyaknya wanita yang mengalami hambatan orgasme walaupun telah bertahun-tahun menikah, dan telah mempunyai anak. Ada beberapa macam disfungsi orgasme, yaitu: 1) disfungsi orgasme primer, 2) disfungsi orgasme sekunder, 3) disfungsi orgasme situasional.

Disfungsi orgasme primer menunjukkan keadaan wanita yang tidak pernah mencapai orgasme dengan cara apa pun sejak awal. Disfungsi orgasme sekunder berarti seorang wanita sebelumnya pernah mencapai orgasme tetapi kemudian tidak dapat lagi mencapainya. Sementara itu, disfungsi orgasme situasional adalah keadaan wanita yang hanya dapat mencapai orgasme melalui cara atau situasi tertentu.

Dispareunia
Hubungan seksual yang menimbulkan rasa sakit disebut dispareunia. Banyak wanita yang kehilangan dorongan seksualnya mengeluh sakit saat berhubungan seksual untuk memenuhi tuntutan sang suami.

Rasa sakit ini timbul karena vagina tidak mengalami perlendiran akibat tidak terangsang dengan cukup. Seharusnya wanita yang cukup menerima rangsangan seksual akan mengalami perlendiran vagina sehingga hubungan seksual berlangsung baik, tidak menimbulkan rasa sakit. Perlendiran vagina yang kurang juga dapat disebabkan oleh penyakit dan obat tertentu, di samping karena penurunan hormon estrogen dan progesteron pada masa menopause. Dispareunia juga dapat disebabkan oleh infeksi pada kelamin, baik kelamin bagian luar maupun bagian dalam.

Vaginismus
Vaginismus ialah spasme otot vagina 1/3 bagian luar dan sekitarnya, sehingga hubungan seksual tidak dapat dilakukan. Vaginismus dapat terjadi sejak awal, yang disebut vaginismus primer. Wanita yang mengalami vaginismus primer berarti sejak awal sudah mengalami gejala seperti di atas, sehingga hubungan seksual tidak dapat dilakukan. Namun, vaginismus dapat terjadi kemudian karena sesuatu sebab, padahal sebelum itu fungsi seksualnya baik. Ini disebut vaginismus sekunder.

Vaginismus dapat disebabkan oleh faktor psikis maupun fisik. Beberapa faktor fisik ialah: 1) gangguan selaput dara (hymen), termasuk sisa selaput atau infeksi lain yang menimbulkan luka di sekitar lubang vagina atau labia, 2) penyakit herpes genitalis atau infeksi lain yang menimbulkan luka di sekitar lubang vagina atau labia, 3) bekas robekan karena melahirkan yang tidak sembuh dengan baik. Penyebab fisik ini dapat menimbulkan vaginismus sebagai suatu refleks yang bersifat protektif terhadap rasa sakit yang timbul.

Meski demikian, penyebab psikis tampaknya lebih sering berperan dibandingkan penyebab fisik untuk terjadinya vaginismus. Beberapa penyebab psikis ialah: 1) latar belakang keluarga yang memandang seks sebagai sesuatu yang kotor, dosa, atau memalukan. Wanita itu dibesarkan dengan anggapan bahwa seks adalah sesuatu yang buruk atau jahat. 2) Pengalaman seksual yang traumatik, misalnya karena perkosaan, atau hubungan seksual pertama kali yang tidak menyenangkan, 3) hubungan seksual yang selalu menimbulkan rasa sakit karena belum cukup terangsang, 4) rasa takut berlebihan terhadap terjadinya kehamilan, 5) rasa takut terkena penyakit kelamin.

Dari contoh penyebab di atas, vaginismus sekunder dapat disebabkan antara lain oleh hubungan seksual yang menimbulkan rasa sakit karena belum cukup terangsang, bekas robekan karena melahirkan yang tidak sembuh dengan baik, rasa takut terhadap kehamilan, infeksi kelamin, dan perkosaan yang dialami wanita yang telah menikah. Sebelum penyebab itu dialami, fungsi seksual berlangsung normal.

Walaupun wanita yang mengalami vaginismus sangat ketakutan terhadap hubungan seksual atau sentuhan pada kelamin, mereka tetap mempunyai dorongan seksual yang normal. Mereka dapat mengalami reaksi seksual berupa perlendiran vagina. Mereka mungkin dapat menikmati aktivitas seksual yang lain, misalnya ciuman, pelukan, atau rangsangan pada
bagian tubuh yang lain.

Mungkin juga mereka dapat mencapai orgasme dengan aktivitas seksual itu. Namun, ketika aktivitas seksual itu berubah menjadi hubungan seksual atau sentuhan pada kelamin, reaksi vaginismus segera muncul.

Oleh karena itu, wanita dengan vaginismus akhirnya merasa takut juga melakukan aktivitas seksual seperti itu. Kecuali kalau sang suami dapat mengontrol din tidak melanjutkan dengan hubungan seksual atau sentuhan pada kelamin.

Kegagalan melakukan hubungan seksual atau ketakutan terhadap rasa sakit yang timbul akhirnya mengakibatkan wanita dengan vaginismus menjadi enggan atau malas melakukan aktivitas seksual apa pun.

Gangguan Sakit Seksual Lainnya
Gangguan sakit seksual nonkoitus berarti timbulnya rasa sakit pada kelamin yang bersifat persisten atau berulang bila menerima rangsangan seksual nonkoitus.

No comments:

Post a Comment