8/9/08

Malam Pertama, Pria Juga Gelisah

Malam pertama selain membahagiakan biasanya juga menegangkan. Namun, benarkah momok malam pertama lebih banyak dirasakan pihak wanita ketimbang pasangannya? Bukan tak mungkin, banyak juga kaum pria yang gelisah menghadapinya.

Dr. Silvia W. Lestari, konsultan seksologi yang juga alumnus Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, tersenyum membenarkan soal adanya mitos malam pertama. Ia tak menyangkal, di kalangan kaum perawan hidup anggapan, hubungan seksual pertama kali rasanya seperti tertabrak kereta api. “Tapi umumnya tak berlaku bagi mereka yang pernah melakukan seks pranikah,” tambahnya.

Apalagi jika pengetahuan seksual pasangan tak seimbang. Misalnya, suami pernah memiliki pengalaman praktis dengan wanita lain atau memperoleh fantasi dari film biru, sedangkan sang istri buta sama sekali soal seks, bahkan malu-malu memahami anatomi laki-laki. Wanita yang baru saja menyandang status istri ini merasa kaget dan takut ketika tiba-tiba berada dalam satu kamar dengan “makhluk asing” yang telah resmi menjadi suaminya. Agar momok menakutkan itu tak menjadi “tragedi” malam pertama, dr. Silvia menyarankan agar calon pengantin memperkaya pengetahuan seksualnya melalui buku, misalnya mengenai organ kelamin pria dan wanita.

Pernah datang ke kamar praktik dr. Silvia, seorang wanita muda yang menanyakan bagian dari organ kelaminnya yang kalau diraba terasa enak. “Ia tak tahu, itu namanya klitoris. Lalu ada wanita lain baru tahu bahwa nun di bawah sana, ia memiliki tiga buah lubang.

Jika belajar dari film biru, sang kandidat pengantin mungkin akan teracuni mitos bahwa penis besar pasti lebih memuaskan, atau pemompaan sepenuh tenaga lebih mempercepat wanita orgasme, atau juga wanita amat menyukai posisi yang aneh-aneh. Pada hal, jika ternyata sang suami tidak seperti yang di film, istri akan kecewa. Begitupun suami, jika meniru begitu saja adegan dalam film, malam pertamanya bisa menjadi malam per trauma buat sang istri.

Saling berserah diri, barangkali itulah kata kuncinya. Namun, pihak pria dianjurkan bisa menjadi pemimpin permainan nan bijaksana. Belajarlah dari Rustam (32). Pengacara muda itu mendekati istrinya dengan lembut, bicara ringan tentang lingerie yang dikenakan, lalu pelan-pelan ia hanyutkan Rini (27), istrinya, lewat usapan-usapan erotis.

Setelah itu, bersama mereka berenang dalam intensitas yang sama, tak ada yang ingin menang, tak ada yang lebih dominan, saling melebur, hingga berakhir dalam satu langkah ke puncak. Begitulah seharusnya malam pertama menjelma.

PRIA JUGA GELISAH
Kerisauan di malam pertama agaknya bukan melulu milik para (mantan) gadis. Pria juga banyak yang galau hati, khawatir tak bisa memuaskan istri. Bahkan ada yang ragu apakah ia bisa ereksi saat “pertempuran” kelak. “Sebenarnya lebih kepada rasa malu, bukan rasa takut seperti pada wanita,” papar dr. Silvia.

Pria dihantui rasa malu bila ia gagal menjadi pemimpin pada malam pertama. Itu menimpa mereka yang tak punya pengalaman seksual sama sekali. Sebaliknya, pria yang sebelumnya telah berpengalaman dengan wanita lain, yang timbul justru rasa penasaran, bagaimana rasanya jika dilakukan dengan pasangan sah, masih perawan pula.

Namun, bukan tak mungkin ia justru merasa kurang puas, sebab ia terbiasa menggauli wanita yang agresif dan dibayar untuk melayani misalnya, sementara istrinya hanyalah perempuan lugu yang tak tahu harus berbuat apa pada malam pertama. Sikap sang istri yang tak bereaksi terhadap rangsangan bisa jadi juga membuatnya kecewa.

Jadi, pria berpengalaman saja diganggu kegelisahan, apalagi pria yang masih kosong. Seorang pria muda yang bulan depannya akan menikah pernah mendatangi dr. Silvia dan bertanya, “Saya harus apakan calon istri saya, Dok?” Yang lebih mengherankan, aktivitas ciuman pun ia tak tahu.

Bagi pria pengetahuan tentang wanita amatlah penting. Setidaknya memahami perbedaan anatomi alat genital pria dan wanita. Milik wanita, yang terletak “di dalam” dibandingkan dengan milik pria yang mentereng di luar, perlu perlakuan berbeda. “Untuk buang air kecil saja, (organ genital wanita perlu) diperlakukan dengan lembut,” ujar dr. Silvia.

Puncak kekhawatiran pria, dalam menghadapi barang lembut milik istrinya di malam pertama, selain disfungsi ereksi (DE), adalah juga ejakulasi dini (ED). Sebenarnya, DE terjadi mungkin saja karena gugup hati, atau tak mengerti cara merangsang dan dirangsang, atau akumulasi rasa bersalah akibat sebelumnya suka main perempuan, dan sebagainya.

Sedang ED hal yang wajar, mengingat penis dalam proses adaptasi dengan vagina. Tapi mungkin kuncinya ada pada pengendalian diri, terutama mengendalikan nafsu birahi. “Pria memang harus panjang sabar dan jangan egois,” pesan dr. Silvia. Artinya, jangan cuma mengejar orgasme sendiri. Begitu ejakulasi, langsung balik badan, tak mempedulikan istri yang masih trauma dengan keadaan yang baru pertama dialami seumur hidupnya.

MEMAHAMI PASANGAN
Rustam sang pengacara, yang disebutkan di atas, adalah tipe suami yang memahami pasangan nya. Ia tak serta merta memperlakukan istrinya secara tidak semena-mena. Ia sadari, dalam keadaan ereksi, penis teramat keras, yang akan menyebabkan iritasi serius pada vagina istri. Karenanya, Rustam, berusaha keras menahan diri menuntun Rini melewati fase pemanasan hingga siap secara fisikal dan emosional.

Dr. Silvia membenarkan, “Siklus seksual wanita memang harus diawali foreplay. Bisa dengan memeluk, mencium, menyentuh bagian-bagian peka rangsang dan sebagainya. Baru setelah terangsang, ditandai dengan perlendiran pada vagina, penetrasi bisa dilakukan.”

Berapa lama foreplay layak dilakukan? Tergantung, tak ada standar waktu. Komunikasi antarkeduanya yang menentukan, apakah pasangan itu sudah siap “tempur”. “Kalau wanitanya sudah takut duluan, tentu dibutuhkan waktu lebih lama lagi,” sambung dr. Silvia.

Bagaimana jika selagi pemanasan, si pria keburu ejakulasi? Agaknya memang rata-rata pengantin baru mengalami hal ini. Malam pertama biasa diisi beberapa kali upaya penetrasi. Ada yang sukses, ada pula yang perlu mengulanginya pada malam-malam berikutnya. Di sinilah dibutuhkan pengertian timbal balik dari pihak wanita.

Seberapa pun besar ukuran penis suami, terimalah itu sebagai anugerah. Sebab, menurut dr. Silvia, “Kedalaman vagina ‘kan hanya 9 cm. Sepanjang berapa pun panjang penis, yang dibutuhkan justru tidak panjang-panjang. Apalagi letak G-spot ‘kan tak jauh dari mulut vagina, hanya sekitar 3 cm.” Jadi, tidak butuh yang “besar” supaya istri puas.

Bagi wanita yang mungkin pernah punya pengalaman seks sebelumnya, pantang membandingkan penis suami dengan milik orang lain. Betapa pun, itu miliknya paling berharga dan tonggak harga diri. Termasuk pula daya tahan seksualnya. Ejakulasi dini di malam pertama bukanlah akhir segalanya. Kelak, pada ereksi berikutnya, setelah beradaptasi, perlahan-lahan sang suami akan belajar cara mengendalikan diri.


No comments:

Post a Comment